Sampai tahun 2010 Walmart masih merajai bisnis retail di Amerika. Tapi dalam kurun waktu 10 tahun Amazon tumbuh melejit melibas Walmart dengan angka yang sangat fenomenal yaitu 1,4 triliun dollar.
Sebuah angka yang kita sendiri sulit menyebutnya dalam bentuk rupiah.
Dan kalau diperhatikan, bagaimana Amazon membangun revenuenya itu tumbuh secara eksponensial.
Pertumbuhan eksponensial itu adalah pertumbuhan yang tidak mendadak dan tiba-tiba tapi landai. Jadi enggak langsung naik. Pertumbuhan yang sabar tanpa buru-buru. Pas ketemu momentumnya maka dia akan tumbuh dengan sangat luarbiasa.
Kesiapan + Momentum = sukses
S =Mc2
Fenomena yang terjadi di perusahaan-perusahaan tersebut, terkhusus Amazon menarik Jim Collins, seorang penulis buku judulnya Good to Great.
Sekilas mengenai buku tersebut, menurut Jim Collins, lawan dari good di dalam bisnis itu bukan bad tapi great, artinya kalau kita cuma melakukan sesuatu yang biasa-biasa saja kita akan menjadi sesuatu yang di tengah-tengah, tidak akan dilihat sama orang. Karena orang hanya akan melihat sesuatu yang wow, sesuatu yang GREAT.
Jim Collins yang mengikuti perkembangan Amazon memiliki pertanyaan yang mendasar, kenapa Amazon tumbuh sedemikian luar biasa sehingga mampu mengalahkan raksasa-raksasa sebelumnya? Kenapa Amazon bisa menjadi GREAT?
Tentu pasti ada alasannya. Tidak ada sesuatu yang muncul secara tiba-tiba. Pasti ada awalnya, ada sesuatu yang menjadi penyebab.
Jawabannya adalah customer experience.
Amazon menerapkan satu prinsip dasar dalam sebuah rangkaian proses bisnis yakni customer experience, perhatian mereka fokus pada pelanggan; bagaimana menyenangkan mereka, bagaimana membuat mereka terkesan, bagaimana menciptakan pengalaman berbelanja yang sangat berkesan.
Dan secara alami, ketika mereka menerapkan customer experience, traffic naik. Itu sudah tidak bisa dibantah lagi.
Ilustrasi sederhananya begini, anda beli nasi pecel; lauknya enak, nasinya enak, nasinya ambil sendiri, penjualnya baik, kebersihannya terjaga, ada tempat parkir.
Apa anda akan kembali beli lagi? Pasti. Sekalipun anda hanya sekedar lewat, berasal dari luar kota, pengalaman berbelanja nasi pecel di tempat itu tetap akan berkesan dan anda akan membicarakannya pada orang lain.
Itu artinya, traffic warung pecel itu naik dan banyak karena orang memiliki pengalaman menyenangkan.
Begitu juga yang dilakukan oleh Amazon, mereka fokus pada customer experience sehingga membuat traffic naik dan ketika traffic sudah naik orang yang tertarik untuk berjualan (seller) di Amazon semakin banyak, karena penjual Amazon semakin banyak, maka pelanggan mendapatkan alternatif pilihan berbelanja yang semakin beragam dan itu artinya harga semakin kompetitif.
Kepuasan berbelanja jadi kekuatan marketing tersendiri bagi Amazon. Setiap orang menyampaikan experience yang berbeda kalau belanja di Amazon ketimbang di tempat lain.
Istilah membangun customer experience ini, oleh Jim Collin disebut Turning The Flywheell.
Beberapa perusahaan di dunia itu bisa melejit dan bertumbuh dengan sangat luar biasa itu karena mereka membangun momentum, salah satunya Amazon.
Mereka membangun customer experience dari nol sampai mencapai satu titik: konsumen merekomendasikan secara sukarela.
Jika sebuah perusahaan, produk atau jasa sudah mencapai titik itu. Maka retensi sudah dipastikan akan tinggi dan tentu saja profit.
Bagi, Jim Collin, Turning The Flywheel adalah solusi bagi perusahaan jadi GREAT, bukan hanya good saja.
Elemen flywheel ini bisa beragam tergantung industrinya namun ada satu rumus umum di setiap industri: jika sebuah perusahaan menyentuh titik customer experience maka semua titik otomatis semua roda bisnis akan menggelinding, pada industri apapun.
Hebatnya, walau brand tersebut tidak menjalankan aktivitas marketing secara khusus dan hanya fokus pada customer experience, brand itu tetap menjalankan aktivitas marketing karena pelangganlah yang melakukannya untuk anda, dengan sukarela.
Catat. Dengan sukarela.